Aku pernah ragu menuliskan tentang betapa mengerikannya pergaulan remaja saat ini. Dulu, aku banyak menggunakan Bahasa sindiran untuk menasehati adik dan anak-anak didikku. Aku menganggap tabu hal-hal yang aku tahu merusak dunia remaja. Tapi, ternyata mereka (remaja) saat ini lebih banyak menganggap biasa hal yang melanggar dalam tuntunan agama dan tak biasa dalam norma-norma di masyarakat.
Ayah, bunda, sahabatku semua. Betapa banyak remaja kita yang asing dengan agama sendiri. Jauh dari tuntunan yang begitu sempurna Rasulullah wariskan. Tanyakan rukun islam, tanyakan rukun iman. Berapa banyak mereka yang hafal? Hafal saja loh. Belum pengamalannya. Coba kita tanyakan subuh tadi pagi, berapa orang yang mengerjakan? Tanyakan zuhur, ashar dan isya-nya, bahkan maghrib yang waktunya tepat dengan kehadiran orangtua di rumah, sholatkah mereka?
Mari kita melihat lebih jauh tentang dunia mereka. Pernahkah menonton video tantangan untuk menyebutkan selebriti yang sedang hits? Rata-rata remaja mampu menjawab dengan tepat. Tapi, ketika pertanyaannya seputar rukun iman dan islam. Rata-rata mereka tak mampu menjawab dengan benar. Ah, betapa lemahnya pondasi hidup mereka.
Belum terlalu mengerikan, mungkin begitu yang kita pikirkan. Ya, memang terlihat tidak mengerikan, tapi hal-hal tadi adalah dasar. Jika dasarnya saja sudah lemah, akar atau pondasinya rapuh. Lantas bagaimana mereka mampu berdiri dengan kokoh menghadapi perkembangan zaman yang siap menggilas mereka?
Baik, dari dasar yang lemah tadi, kita lanjutkan dengan imbas-imbasnya. Sering kita saksikan anak-anak muda kita dengan santainya bermesraan di depan umum. Bahkan, tak malu diumbar di media sosial demi satu kata yang mereka sebut ‘like’. Jika di depan umum pun mereka sudah tak lagi malu mengumbar kemesraan, lantas seperti apa mereka yang tak terlihat oleh banyak mata? Belum lagi sikap terhadap orangtua, guru, dan sesamanya yang jauh dari kata santun. Lisan yang tak lagi punya kontrol, serta perilaku yang tak lagi punya batas. Krisis moral telah menggrogoti generasi kita.
Kemudian, fasilitas yang diberikan kepada putra-putri kita, sudahkah ayah dan bunda kontrol penggunaannya? Handphone misalnya. Pernahkah kita membuka dan memeriksa isi hp mereka? pernahkah kita membatasi penggunaannya? Terlalu masuk ke ranah pribadi, itu mungkin yang kita pikirkan. Tapi, bukankah kita memang harus mengetahui semua hal tentang putra-putri kita, mereka tanggung jawab kita. Tentu kita ingin mereka tak menyimpan rahasia apa pun dari kita.
Ayah, bunda. Seperti yang disampaikan Bunda Elly Risman, dunia yang sedang putra-putri kita hadapi saat ini adalah dunia tak bisa dilihat oleh mata, tak bisa disentuh, tapi dunia itu ada. Itulah dunia maya. Dunia yang mereka mainkan dengan jemari, dunia yang mereka bawa kemana pun, bahkan dunia itu mereka bawa ke kamar-kamar tidur. Dan kita, tahukah apa yang mereka perbuat di dunia maya itu?
Ayah, bunda. Mari kita menengok pada pergaulan remaja-remaja kita. Mari kita masuk lebih dalam ke dunia mereka. sungguh, kita akan dikejutkan dengan hal-hal yang siap merobek-robek hati kita. Pergaulan bebas itu nyata! Begitu banyak remaja kita yang kebablasan dalam pergaulannya. Kenakalan remaja, miras, narkoba, suka sesama jenis, bahkan seks bebas itu dekat dengan lingkungan kita. Semua itu siap menghancurkan remaja kita, sekarang atau pun masa depan mereka.
apa yang mesti kita lakukan? Ayah, bunda, mari kita robohkan benteng yang menghalangi kedekatan kita dengan putra-putri kita, kita nol-kan jarak dengan mereka. luangkan sedikit waktu kita untuk sekedar menanyakan, “Sedang apa?”, “PR-mu sudah selesai?” ,“Bagaimana belajarmu hari ini?”, atau “Nak, sudah makan? Mari makan bersama.”. Buka pintu-pintu yang tertutup antara kita dengan mereka. Sungguh pendidikan yang paling pertama itu ada di rumah kita, bukan di sekolah. Tanamkan ilmu agama di rumah kita.
Lantas, apa peran sekolah? Sekolah pun punya peran yang sangat penting. Sekolah menjadi tempat menimba ilmu untuk mempersiapkan masa depan putra-putri kita. Namun, apalah daya sekolah jika tidak ada sinergisitas dengan orangtua. Mari kita ciptakan lingkungan belajar menyenangkan bagi putra-putri kita. Lingkungan yang sinergi antara sekolah, rumah, juga masyarakat.
Aku tak tahu, tulisan panjang ini apa namanya, bisa dinamakan curhat atau apalah itu. Sebuah tulisan karena kekhawatiran akan putra-putri kami, kekhawatiran akan anak-anak kami yang belumlah mengenal angka dan huruf, anak-anak kami yang masih dalam buaian bundanya. Tentu menulis ini, bukannya tidak melihat betapa banyak remaja kita yang bertolak belakang dengan hal-hal tadi. Betapa banyak remaja kita yang juga mampu mengukir prestasi. Tapi, kita juga mesti tahu, bahwa moral remaja kita juga sedang digerogoti oleh kemaksiatan dan kerusakan. Mari kita bergandengan tangan, bersinergi dalam mendidik generasi penerus bangsa.